Taiwan Jangan di Anak Tirikan

Taiwan Jangan Dianaktirikan
JAKARTA, KOMPAS.com — Sikap pemerintah yang selama ini lebih mengutamakan hubungan baik dengan pemerintah maupun pebisnis China ketimbang Taiwan diyakini berasal dari kekeliruan dalam menerjemahkan Kebijakan Satu China (One China Policy).
Padahal, menurut Ketua Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Universitas Indonesia, Hariyadi Wirawan, Senin (27/9/2010), hal itu bisa jadi merugikan mengingat Taiwan berpotensi besar mengalihkan investasinya ke Indonesia terutama setelah China, negara tujuan investasi Taiwan, menerapkan standardisasi pengupahan lebih tinggi bagi para buruhnya.
Menurut Hariyadi, jika tidak cepat mengubah cara berpikirnya, Indonesia kemungkinan besar akan dilangkahi oleh sejumlah negara tujuan investasi di kawasan Asia Tenggara, macam Malaysia, Singapura, dan Thailand, yang jauh lebih bersikap agresif dan terbuka kepada Taiwan.
Hubungan dengan China selama ini memang lebih dianggap formal ketimbang dengan Taiwan sehingga akses pelayanan dan perizinan yang diberikan jauh lebih baik. Kondisi itu memang sudah lama dan kerap dikeluhkan pihak Taiwan. "Padahal, potensi investasi dari mereka tidak kalah jika dibandingkan dari China," ujar Hariyadi.
Hariyadi juga melihat ada kemungkinan sikap Indonesia tadi juga didasari pengaruh dari China yang secara politik memang menjanjikan akan mendukung Indonesia di pentas dunia internasional. Wajar jika Indonesia khawatir kehilangan dukungan seperti itu.
Saat dihubungi terpisah, Wakil Ketua Komisi I dari Fraksi PDI-P, TB Hasanuddin, menilai sikap Indonesia tadi bisa ditelusuri dari akar sejarahnya. Pada masa pemerintahan mantan Presiden Soekarno, Indonesia memang hanya mengakui adanya satu China. Bahkan, ketika itu pemerintah juga sempat memunculkan kebijakan Poros Jakarta-Peking.

Leave a Reply